Seperti biasa, aku mempercepat gerakkanku. 6.45 pagi, sudah begitu terlambat. Kamar tidurku begitu dingin, sejak semalam hingga sekarang, AC menyala, tirai selalu tertutup hingga tak pernah ada sinar matahari. Suamiku melarangku membuka tirai, inilah yang membuatku merindukan dia.
"De...berangkat sekarang?"
"Iya, sudah telat Mas!"
"Ada yang perlu dikerjakan?"
Aku tak berani menatap mata lelaki, yang sudah enam tahun bersamaku. Hatiku berada di kantor, merindukan dia di sana, butuh dekapannya sepagi ini, bukan suamiku yang dingin. Selesai, kulihat anakku sudah bergabung dengan teman-temannya.
"Berangkat ya, Mas. Ada laporan yang mesti dirapihkan."
"Hati-hati, sayang"
Untung, pintu gerbang sudah dibuka. Aku menahan rinduku hingga tak pernah memanaskan sekuterku. Dari pantulan badan mobil yang berlalu di sampingku, merahnya kaos dan birunya jeans membakar semangatku agar segera sampai di kantor. Kemarin aku puas, sangat puas, hari ini...pasti dia akan memberiku lebih.
"De, sudah sampai?"
"Sudah sayang, love You" kumatikan ponsel merahku dengan berlari, aku butuh dekapan hangatnya. Dekapan dan rayuannya ketika memainkan keyboard dan kertas.
Degup jantung ini sudah tak main-main, kubuka pintu ruanganku...hm...hm...aroma hangat memasuki relung kerinduanku.
"Surya...hey, ups...kaget!" seruku,
Dia menggeliat, menatapku dengan pancaran sinarnya yang semakin membuatku ingin segera menyentuhnya. Aku rindu, aku butuh kehangatannya, butuh secuil ciuman dan pengertiannya. Di sini, di ruang kerjaku, aku bersama dia. Kunyalakan komputer, tubuhku digelitikinya, ternyata dia kangen juga.
"Suamiku pulang larut, aku...aku tak diberi semalam." aku mendekatinya, dia semakin memanas, gairahnya kurasakan begitu tinggi.
Aku merasa tubuhku juga panas dengan gerakkannya, goyangannya mencengkeram rerimbunan hijau di depanku. Dia semakin seksi, semakin menantangku untuk bercerita, bahwa aku butuh kehangatannya, butuh sinar yang melapangkan asaku, asaku untuk cita-cita dan kerjaku. Selesai, ku sending e-mail kehadiranku. Aku menghela napas, di kamar tidurku, diranjang itu, tak pernah aku merasakan sensani yang luar biasa seperti ini. Dia semakin panas, aku terengah...kuangkat wajahku, peluhku bercucuran, dia tertawa dan semakin menghujamiku dengan panasnya.
"Kamu, iiich...mataku silau neeeh!" rajukku menutupi wajahku tapi kamu semakin liar menyentuh bagian yang disukai suamiku, terlalu nyaman hingga aku tak melihat jam dan tiba-tiba.
"Assalamu'alaikum, Lin"
"Eh, Bapak...wa'alaikum salam. lina pikir bapak ke Cabang?"
"Iya, nanti siangan dikit, Lin"
Aku melirik ke arah kananku, tepat ke arahnya, "terima kasih, besok dilanjutkan lagi ya sayang...hangatmu menentramkan hatiku, memuncak semangatku dan tahukah kamu? aku tak bisa hidup tanpa adanya kamu"
"Ssst, jangan terlalu panas ketika berada di atasku ya,
i love You."