Rss Feed
  1. Prompt#11 : Ulet

    Monday 29 April 2013

    Mataku hampir terpejam ketika terdengar ponselku berbunyi, aku melonjak berlari ke arah pintu, ponselku masih berbunyi, nama istriku, kulirik 10.06 pm

    "Hai, sayang..."

    Aku melonggo, hanya gelap yang kutemui, biasanya istriku akan menelepon ketika di depan pintu, huufp.

    "Mas, lama sekali diangkatnya?"

    "Iya, baru dari kamar mandi,"

    "Mas, aku masih ada pertemuan di hotel dengan investor, baju kotor sudah dicuci kan?" tanyanya memberondong.

    "Sudah," aku menjawab sekenanya, kulirik tumpukan baju kotor di keranjang.

    "Oke, Daah!" Telepon langsung ditutup, aku mendengar sesuatu.

    Pakaian istriku setelah dari Medan untuk tugas kantor dan sebagian pakaianku. Kuperiksa satu persatu saku celana panjangku, kosong, celana panjang istriku berwarna cokelat, kurogoh sakunya, 

    Kres

    Aku menarik tanganku, terdapat sepuluh ribu satu lembar dan dua lembar dua ribuan serta satu nota putih. Kebiasaan istriku, aku letakkan di atas meja.

    Credit
    Kembali baju kotor aku keluarkan, mataku masih terpaku pada nota putih itu, tertarik dengan "Gambir".

    Kertas itu masih hangat, 19 Maret 2013? 

    Aku menjatuhkan badanku ke kasur, Aku mengantar istriku ke Sukarno Hatta 17 Maret 2013 pagi dan baru kemarin malam istriku pulang setelah meeting selama empat hari di Medan, lalu? Nota ini?

    Rambutku kutarik-tarik, telah terjawab sudah omongan tetangga tentang istriku.

    "Pak Hadi, saya kasihan sama Bapak." ibu depan rumahku mendekatiku yang sedang menjemur pakaian.

    "Kalau menjemur pakaian, sudah biasa, Bu"

    "Saya juga ikutan enggak nyangka lho Pak!" tutur ibu satunya lagi ikut menyender di pagar.

    "Enggak nyangka gimana?"

    "Istri Bapak itu sukses, saya sering melihat di depan gang, yang nganter pulang mobilnya bagus-bagus!" seru mba rini, pegawai BRI di kota ikut sinis ketika melewati ibu-ibu.

    "Alhamdulillah, istri saya sukses, temannya banyak, ulet lagi orangnya!" ketusku melawan kesinisan ibu-ibu.

    "Ulet? Ulet mengejar suami orang?" ibu-ibu tadi kompak menjawab. 

    Paaaak!! Aku langsung masuk dan menganggap ibu-ibu itu biang gosip.

    Kini, haruskah aku pusing menerka Medan, nota di Gambir dan ulet mengejar suami orang? Aku tak peduli, ketika dia menelopon barusan, aku juga tahu, ada desahan lelaki di sampingnya. Aku muak, kurapikan dokumen-dokumen untuk pengajuan cerai.

    FF For MFF


  2. MONDAYFLASHFICTION #2 Gelitikanmu

    Friday 19 April 2013

    Seperti biasa, aku mempercepat gerakkanku. 6.45 pagi, sudah begitu terlambat. Kamar tidurku begitu dingin, sejak semalam hingga sekarang, AC menyala, tirai selalu tertutup hingga tak pernah ada sinar matahari. Suamiku melarangku membuka tirai, inilah yang membuatku merindukan dia.

    "De...berangkat sekarang?"
    "Iya, sudah telat Mas!"
    "Ada yang perlu dikerjakan?"

    Aku tak berani menatap mata lelaki, yang sudah enam tahun bersamaku. Hatiku berada di kantor, merindukan dia di sana, butuh dekapannya sepagi ini, bukan suamiku yang dingin. Selesai, kulihat anakku sudah bergabung dengan teman-temannya.

    "Berangkat ya, Mas. Ada laporan yang mesti dirapihkan."
    "Hati-hati, sayang"

    Untung, pintu gerbang sudah dibuka. Aku menahan rinduku hingga tak pernah memanaskan sekuterku. Dari pantulan badan mobil yang berlalu di sampingku, merahnya kaos dan birunya jeans membakar semangatku agar segera sampai di kantor. Kemarin aku puas, sangat puas, hari ini...pasti dia akan memberiku lebih.

    "De, sudah sampai?"
    "Sudah sayang, love You" kumatikan ponsel merahku dengan berlari, aku butuh dekapan hangatnya. Dekapan dan rayuannya ketika memainkan keyboard dan kertas.

    Degup jantung ini sudah tak main-main, kubuka pintu ruanganku...hm...hm...aroma hangat memasuki relung kerinduanku.

    "Surya...hey, ups...kaget!" seruku,

    Dia menggeliat, menatapku dengan pancaran sinarnya yang semakin membuatku ingin segera menyentuhnya. Aku rindu, aku butuh kehangatannya, butuh secuil ciuman dan pengertiannya. Di sini, di ruang kerjaku, aku bersama dia. Kunyalakan komputer, tubuhku digelitikinya, ternyata dia kangen juga.

    "Suamiku pulang larut, aku...aku tak diberi semalam." aku mendekatinya, dia semakin memanas, gairahnya kurasakan begitu tinggi.

    Aku merasa tubuhku juga  panas dengan gerakkannya, goyangannya mencengkeram rerimbunan hijau di depanku. Dia semakin seksi, semakin menantangku untuk bercerita, bahwa aku butuh kehangatannya, butuh sinar yang melapangkan asaku, asaku untuk cita-cita dan kerjaku. Selesai, ku sending e-mail kehadiranku. Aku menghela napas, di kamar tidurku, diranjang itu, tak pernah aku merasakan sensani yang luar biasa seperti ini. Dia semakin panas, aku terengah...kuangkat wajahku, peluhku bercucuran, dia tertawa dan semakin menghujamiku dengan panasnya.

    "Kamu, iiich...mataku silau neeeh!" rajukku menutupi wajahku tapi kamu semakin liar menyentuh bagian yang disukai suamiku, terlalu nyaman hingga aku tak melihat jam dan tiba-tiba.

    "Assalamu'alaikum, Lin"
    "Eh, Bapak...wa'alaikum salam. lina pikir bapak ke Cabang?"
    "Iya, nanti siangan dikit, Lin"

    Aku melirik ke arah kananku, tepat ke arahnya, "terima kasih, besok dilanjutkan lagi ya sayang...hangatmu menentramkan hatiku, memuncak semangatku dan tahukah kamu? aku tak bisa hidup tanpa adanya kamu"


    "Ssst, jangan terlalu panas ketika berada di atasku ya, i love You."


  3. Prompt #9: Tersiksa

    Sunday 7 April 2013

    Dua hari berlibur di kota seni Yogyakarta, cukup melepas rinduku pada Kayla. Sebulan sekali, aku mengunjungi gadis pujaanku di sini, terpisah karena karir, menyakitkan sekali.

    Setelah chek in di loket City Link, aku menggandeng Kayla. Berhenti di dinding bandara.
    "Aku mau cetak foto kita," ujar Kayla
    "Yang di mana?"
    "Yang diambil Lala, waktu di Taman Sari. Aku suka sekali, seperti foto pre-wedding,"
    "Iya, tapi kamu masih 'emoh' mulu"
    "Mba Kenya, belum ada calon..."

    Aku menyenderkan tubuh Kayla, tepat di dadaku. Aku bisa melihat bersihnya rambut Kayla. Aroma vanila, tak pernah hilang dari tubuhnya. Delapan tahun lalu, 
    Credit


  4. Minggu pagi menjadi begitu indah buatku. Langit ikut berbahagia, kegiatanku  berakhir sukses. Sudah dua kali aku mengikuti kegiatan membaca puisi, di sebuah taman kota. Kegiatan yang menyita waktuku, senin-sabtu aku kuliah dari pagi hingga sore, tak ada waktu untuk yang lain.

    "Kok, masih bengong? enggak langsung pulang?"
    "Belum, Bang"
    "Tunggu yang jemput?"
    "Sepertinya..."
    "Aku temenin yach?"

    Sekilas, aku lihat Bang Ali, seksi sibuk di komunitas ini , lumayan tampan. Aku, tidak menunggu siapa-siapa.
    "Bang Ali, enggak ada kegiatan lain?"
    "Enggak, harusnya sich jemput cewekku"

  5. Prompt#8 Tempat Curhat

    Wednesday 3 April 2013

    "Kemana saja, semalaman?". Utri menarik tangan Usro secepat kilat.
    "Aku...aku, di rumah saja kok?"
    "Telepon enggak diangkat! sms enggak dibalas?"
    "Cin...tenang, aku enggak kemana-mana?"
    "Iya tapi..."

    Usro menyembunyikan sesuatu dibalik tas sekolahnya. Utri hendak merebutnya.
    "Jangan!"
    "Coba aku lihat? ada sms dari selingkuhanmu ya?"
    "Bukan!"
    "Bohong kamu Sro! aku sudah cape diduain!"
    "Bener, aku enggak pernah selingkuh sama perempuan lain!"
    "Mana hapemu?"
    "Nih...!". Usro kembali mengelus sesuatu di balik tasnya.

    "Sini aku lihat!". Utri menarik tas Usro dengan keras. Tas Usro terbentur dinding kelas.
    Praaaaaaang!
    "Utriiiiiiiiiiii, kamu jahat!"
    Utri melonggo ketika Usro menciumi serpihan pecahan kaca dari balik tas.
    "Kamu sudah menghancurkan kendi ini!"
    "Kendi apaan?"
    "Dari kendi ini aku bisa bayar uang sekolah, bisa jadi tempat curhat, bisa nemani aku tidur, bisa beliin kamu baju mahal, bisa jalan-jalan! Sekarang juga, kamu aku pecat jadi pacarku! kecuali kamu bisa bayarin uang sekolahku!"

    Usro berlalu dengan isak dan wajah nanar, tanpa peduli wajah Utri yang menahan tawa.