Prompt #17 : Cita dan Cinta
Hatiku begitu senang, takjub dan gembira. Anak pertamaku, Noe sebentar lagi akan melepas seragam merah putihnya.
"Ma, kenapa senyum-senyum sendiri?" pertanyaan Noe membuatku kaget, aku bergegas mengambil kunci mobil.
"Kamu cakep sekali, semangat!!!" aku mengepalkan genggaman tanganku, aku grogi, aku panas dingin memperhatikan Noe. Noe yang akan meninggalkan sekolahnya.
Aku memacu mobilku dengan kecepatan sangat sedang, hingga bisa dikatan pelan. Noe asyik menghadap gadget-nya, terkadang dia senyum-senyum sendiri juga. Aku merasakan aliran darah di dadaku tak menentu. Aku berperang melawan batinku, yang sekolah itu Noe, kenapa aku yang menjadi seperti ayam tersiram air panas?
"Mama serius mau tinggal di KL?" Noe bertanya sendu.
"Mama ada kerjaan di sana, Noe," jawabku dag dig dug.
"Karena itu, Noe sekolah di Yogya?" tanya Noe dengan suara lirih.
"Noe bakalan bareng Papa lagi, Nak. Mama cari uang dulu, nanti Mama diskusikan kalau Noe mau kuliah di KL" jawabku diplomatis. Aura kebahagiaan sedang melingkupiku.
"Iya dech, itu kalian yang pilih, Ma! Noe nurut saja!!" Jawaban Noe mengguyurkan air kebahagian yang seketika akan terwujud menjadi kebahagiaan terindah untukku.
Noe akan sekolah di Yogya, semuanya sempurna. Aku akan menjalani hari-hari baruku, tanpa Noe. Aku mencintai Noe, tapi aku berhak melanjutkan impianku, impian cita dan cintaku. Sebagai ibu, aku telah mendidik Noe dengan baik, Noe mendapat nilai tertinggi. Semua itupun tak lepas dari guru kelasnya, yang juga mencintaiku. Seseorang yang akhirnya memisahkan aku dengan Papa Noe. Seseorang yang memberiku kesempatan untuk ke KL.
Handphoneku berbunyi beeb , sms masuk.
Credit |
"Henidar, nilai Noe perfect, aku senang menjadi guru kelas Noe. And Now? Will You Marry Me?"